Mohon untuk bersikap bijak dalam setiap menyikapi infomasi dan berita yang beredar di internet karena tidak semua berita itu benar, terkadang di salah gunakan oknum tertentu untuk membuat kekacauan dan fitnah
[PORTAL-ISLAM] Mahasiswa Universitas Negeri Semarang (Unnes) mengadukan Mendikbud Nadiem Makarim ke Komnas HAM soal pembiayaan kuliah yang diduga adanya pelanggaran HAM. Partai Demokrat meminta Nadiem untuk menghadapi aduan tersebut. "Tiap pejabat negara harus siap menghadapi gugatan. Dalam teori kebijakan publik, pasti akan ada pro dan kontra. Jadi apapun kebijakan yang diambil pasti akan ada tantangan," kata Anggota Komisi X DPR Fraksi PD, Dede Yusuf, ketika dihubungi, Selasa (4/8/2020).
Terkait pembiayaan kuliah yang menjadi persoalan mahasiswa, Dede menilai program dari Kemendikbud soal UKT itu merupakan darurat. Sehingga wajar jika masih ada kelemahan.
"Saya tidak dalami gugatannya seperti apa. Tapi kalau program relaksasi UKT dalam masa pandemi ini sifatnya semua darurat. Jadi pasti ada lemah di sana-sini. Dan tujuan utamanya adalah emergency," ujarnya.
Sebelumnya diberitakan, mahasiswa Universitas Negeri Semarang (Unnes) mengadukan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim ke Komnas HAM. Aduan terkait pembayaran kuliah secara penuh di masa pandemi COVID-19 atau virus Corona.
Pengaduan dilakukan pada 22 Juli 2020 dan diterima Bidang Penerimaan dan Pemilahan Pengaduan serta tercatat dalam nomor agenda B2801. Aduan merupakan tindak lanjut gerakan mahasiswa yang sebelumnya telah melakukan Permohonan Hak Uji Materi Permendikbud No 25 Tahun 2020 ke Mahkamah Agung Republik Indonesia.
Mahasiswa pelapor atau pengadu, Franscolly Mabdalika, menjelaskan dua hal yang membuat Mendikbud dinilai melanggar HAM kepada mahasiswa yaitu pertama terkait pembayaran kuliah di masa pandemi COVID-19. Hal lain dia juga menilai ada upaya pembungkaman ruang demokrasi di berbagai universitas khususnya kepada mahasiswa yang melakukan aksi demonstrasi
"Berkaitan dengan kewajiban pembayaran biaya kuliah secara penuh di masa pandemi COVID-19, termasuk ketentuan pungutan uang pangkal tanpa batasan persentase maksimal, serta berikutnya yaitu berkaitan dengan pembungkaman ruang demokrasi serta tindak represi yang terjadi di beberapa perguruan tinggi berkaitan dengan gerakan demonstrasi menuntut keringanan biaya kuliah di masa pandemi COVID-19 ini," kata Frans dalam keterangan tertulisnya, Selasa (4/8).
"Maka mahasiswa menilai bahwasanya telah terjadi dugaan pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Nadiem Makarim," imbuhnya.(dtk)Aziz BloggerAugust 04, 2020AdminBandung Indonesia
[PORTAL-ISLAM] Mahasiswa Universitas Negeri Semarang (Unnes) mengadukan Mendikbud Nadiem Makarim ke Komnas HAM soal pembiayaan kuliah yang diduga...
[PORTAL-ISLAM] Komisi VIII DPR RI menyayangkan pernyataan Menko PMK Muhadjir Effendy perihal penyebab munculnya keluarga miskin baru. Komisi VIII menilai pernyataan Muhadjir itu telah menyakiti perasaan masyarakat Indonesia yang saat ini sedang terpuruk.
"Ya jadi, menurut saya, itu sangat disayangkan seorang Menko berbicara seperti itu. Teorinya atau kesimpulannya dari mana? Atau sudah ada semacam penelitian secara serius atau belum?" kata Ketua Komisi VIII Yandri Susanto kepada wartawan, Selasa (4/8/2020).
Muhadjir sebelumnya menyebut keluarga miskin baru lahir karena pengantin pria dan wanitanya juga berasal dari keluarga miskin. Yandri tak sependapat dengan Muhadjir.
"Karena begini, di Indonesia ini banyak orang tuanya miskin, anaknya berhasil, banyak, ya kan. Ada orang dari kampung, yang selama ini terpinggirkan, termajinalkan, tapi, karena dia sungguh-sungguh sebagai anak orang miskin, mungkin bapaknya miskin, ibunya miskin, petani atau apa, banyak yang jadi orang sukses," sebut Yandri.
"Jadi, menurut saya, itu (pernyataan Muhadjir soal penyebab munculnya keluarga miskin baru) terlalu menyakitkan hati bagi kaum miskin di Indonesia. Dan sejatinya Menko nggak boleh ngomong begitu. Dia harus membesarkan hati orang untuk bangkit dari keterpurukan," imbunya.
Kalau pun benar keluarga miskin baru lahir karena pengantin pria dan wanitanya juga berlatar belakang keluarga miskin, Yandri mempertanyakan solusinya. "Terus orang miskin mau nikah sama siapa? Pak Menko mau carikan jodohnya?" tegas Yandri.
Pimpinan Komisi VIII dari Fraksi PAN itu menilai Muhadjir perlu menarik pernyataannya mengenai penyebab munculnya keluarga miskin baru. Yandri menyebut pernyataan itu justru menambah derita masyarakat Indonesia yang kini sedang terpuruk.
"Jadi, menurut saya, patut dicabut itu kata-kata itu, karena sungguh menyakitkan masyarakat yang hari ini memang sungguh luar biasa keterpurukannya, ditambah lagi dengan pernyataan itu," tuturnya.
Selain soal penyebab munculnya keluarga miskin baru, Muhadjir juga menyinggung mengenai jumlah keluarga miskin di Tanah Air. Yandri meyakini angka keluarga miskin bisa ditekan asal ada kemauan dari pemerintah.
Jadi pemerintah itu, kebijakan yang sungguh harus menyentuh supaya masyarakat bangkit. Yang saya katakan, misalkan, bagaimana mungkin Indonesia yang sangat subur, kaya raya dengan sumber daya alam, lahan pertanian yang sangat luas, kemudian tanaman bisa hidup, tapi sampai hari ini kan kita jagung masih impor, kedelai masih impor, susu masih impor, cangkul pun kita masih impor. Nah artinya kan belum ada kemauan dari pemerintah yang sangat serius," papar Yandri.
Lebih lanjut, Yandri menuturkan jumlah keluarga miskin bisa ditekan jika ada jaminan dari pemerintah mengenai keberlangsungan padat karya. Waketum PAN itu juga menekankan soal pengurangan impor.
"Coba kalau sekarang semua lahan itu digerakkan oleh pemerintah dengan padat karya. Lahannya ditanami oleh masyarakat tapi digaji masyarakatnya harian. Artinya, orang untuk menyambung hidup bisa, tapi nanti disuatu saat dia punya penghasilan yang sangat besar," terang Yandri.
"Nah, kebutuhan dalam negeri untuk makan ternak, kebutuhan konsumsi di dalam negeri atau mungkin untuk bisa ekspor, itu bisa kita lakukan. Tapi kalau selama mentalnya impor, impor dan impor, ya, maka kita seperti ayam mati di atas lumbung padi. Dan ini faktanya seperti itu hari ini," lanjut dia.
Selain itu, sambung Yandri, pemerintah juga harus mengimbangi kebijakan padat karya dengan politik anggaran yang tepat. Dia menekankan bahwa politik anggaran harus menyentuh ke sasarannya, yakni keluarga miskin.
"Jadi, menurut saya, banyak cara kalau mau. Tinggal pemerintah, kebijakannya diikuti dengan politik anggaran. Kalau kebijakannya bagus, tapi politik anggaran tidak menyentuh ke titik sasaran tadi (keluarga miskin), ya, tidak akan nyambung antara teori dengan praktik," pungkasnya.(rmol)Aziz BloggerAugust 04, 2020AdminBandung Indonesia
[PORTAL-ISLAM] Komisi VIII DPR RI menyayangkan pernyataan Menko PMK Muhadjir Effendy perihal penyebab munculnya keluarga miskin baru. Komisi VIII...
Kehebohan mengenai klaim temuan obat anti Covid-19 yang diutarakan Prof Hadi Pranoto tak serta merta ditanggapi negatif.
Seperti yang disampaikan anggota Komisi IX DPR RI, Rahmad Handoyo yang mengapresiasi klaim temuan obat penawar Covid-19 yang siap diedarkan tersebut.
"Saya kira, segala daya termasuk para peneliti, termasuk gurubesar, tokoh-tokoh kita yang ahli di bidangnya penemuan ini harus kita beri apresiasi untuk penemuan obat corona," ujar Rahmad kepada Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (2/8).
Namun politisi PDI Perjuangan ini memberi catatan bahwa bila hasil temuan Prof Hadi Pranoto sudah teruji klinis dan melakukan serangkaian riset serta penelitian perihal obat penawar corona tersebut, maka langkah selanjutnya harus dilaporkan kepada Kemenkes dan BPOM.
"Tinggal kita berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan dan BPOM dalam hal izin edarnya. Tentu kita sambut baik, sangat positif penemuan obat virus covid-19 ini," katanya.
Pihaknya berharap agar segala bentuk penemuan dari para ahli dapat disambut baik oleh masyarakat. Tinggal melihat bagaimana hasil uji klinisnya. Selain itu, Prof. Hadi Pranoto juga harus menjelaskan secara transparan kepada masyarakat mengenai khasiat obat yang ditemukannya tersebut.
"Apakah uji klinisnya sudah sesuai, kemudian sangat signifikan pengobatannya, dan bisa menyembuhkan? Tinggal bagaimana pemerintah menyambut baik, kita di parlemen mendorong agar izin edarnya, kemudian uji-uji klinisnya saja diikutin," katanya.
Rahmad mengatakan akan mengawal hasil temuan Prof. Hadi Pranoto jika uji klinisnya terbukti benar dan ampuh menyembuhkan Covid-19.
"Kita akan mengawal, bagaimana akan penemuan obat, itu bisa terealisasi dan bisa izin edar dan BPOM. Saya kira BPOM sangat concern dan mendorong itu bisa dipermudah izin edarnya. Saya appreciate yang telah ditemukan oleh prof itu ya," tutupnya.(rmol)Aziz BloggerAugust 02, 2020AdminBandung Indonesia
Kehebohan mengenai klaim temuan obat anti Covid-19 yang diutarakan Prof Hadi Pranoto tak serta merta ditanggapi negatif. Seperti yang disampaikan...
[PORTAL-ISLAM] Program Organisasi Penggerak (POP) dalam rangka peningkatan kapasitas guru melalui pelatihan-pelatihan sangat bagus ide dasarnya. Namun sayang, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim gagal untuk membaca akar persoalannya.
Begitu pandangan Direktur Visi Indonesia Strategis, Abdul Hamid terkait polemik POP Kemendikbud kepada Kantor Berita Politik RMOL, Sabtu (1/8).
“Persoalannya adalah kegagalan Nadiem membaca akar persoalan, sehingga gagal pula dalam memilih problem solving. Jadi mas menteri hanya bisa memotret masalah pendidikan pada satu sisi dan itu permukaan, tanpa mencoba memperdalam akar persoalan,” kata Abdul Hamid.
Seharusnya, sambung dia, Nadiem duduk bersama atau mendatangi organisasi-organisasi yang sudah puluhan tahun bahkan sebelum Indonesia merdeka sudah berjuang untuk dunia pendidikan semisal Muhammadiyah dan NU juga PGRI yang menjadi induk organisasi para guru.
“Memilih Tanoto dan Sampoerna Fondation sebagai bagian dari penerima program adalah contoh nyata gagal faham mas menteri,” tekan Abdul Hamid.
Untuk itu, menurutnya, polemik POP hanya bagian dari bingkai kecil bahwa Nadiem tak mengerti akar persoalan pendidikan lantaran hanya melihat persoalan hanya dipermukaan saja.
“Contoh lainnya adalah kebijakan program belajar daring yang tanpa melihat kesiapan dan kemampuan sekolah, peserta didik dan orang tua yang berbeda-beda ditiap daerah,” ujarnya.
Sehingga, hemat Abdul Hamid, jika Presiden Jokowi bakal melakukan reshuffle kabinet sebaiknya Mendikbud Nadiem Makarim adalah orang yang masuk dalam rencana kocok ulang kabinet.
“Baiknya menteri pendidikan adalah termasuk bagian dari hal itu,” tandas Abdul Hamid. (Rmol)Aziz BloggerAugust 01, 2020AdminBandung Indonesia
[PORTAL-ISLAM] Program Organisasi Penggerak (POP) dalam rangka peningkatan kapasitas guru melalui pelatihan-pelatihan sangat bagus ide dasarnya....
[PORTAL-ISLAM] Program Organiasai Penggerak (POP) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan seolah menjadi polemik yang tak berkesudahan, setelah ditemukan keterlibatan dua lembaga CSR korporasi besar.
Pemerhati politik Iwel Sastra berpendapat, polemik dari program tersebut patut dijadikan bahan evaluasi oleh Presiden Joko Widodo terhadap Mendikbud Nadiem Makarim.
"Sepertinya Nadiem menjadi salah satu menteri yang layak dievaluasi Presiden Jokowi untuk diberikan tempat yang lebih pas dan tepat dengan latar bekalang dan kemampuan yang dimiliki," ujar Iwel dalam siaran pers yang diterima redaksi, Sabtu (1/8).
Secara latar belakang, lanjut Direktur Mahara Leadership ini, Nadiem tidak memiliki latar belakang pengalaman mengurusi pendidikan. Sehingga program yang sengaja dicanangkan untuk peningkatan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan tersebut malah berujung polemik.
"Polemik POP terjadi merupakan suatu hal yang wajar karena memang sejak awal Mas Menteri Nadiem Makarim sudah banyak yang bilang tidak pas pada posisi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan," paparnya.
Menurut Iwel, sosok Eks Bos Gojek tersebut di mata masyarakat adalah sebagai seorang pebisnis berbasis digital, yang hasil dari kerja kerasnya patut diacungkan jempol karena sudah bisa membesarkan bisnis ojek online dan merambah ke financial technology.
Sehingga, tanggung jawab yang diberikan presiden kepada Nadiem tidak ada sangkut pautnya dengan perihal pendidikan dan kebudayaan. Sehingga menurut Iwel, jika benar Nadiem mepunyai kapasitas di Kemendikbud, maka pasti ada solusi dari polemik POP.
Tidak bisa menatap ke depan tanpa memiliki kajian yang kuat mengenai sejarah dan budaya pendidikan di Indonesia," katanya.
"Nadiem sendiri sudah meminta maaf atas terjadinya polemik ini, tentu persoalannya bukan sekadar meminta maaf, namun apa solusi yang akan ditawarkan Nadiem," demikian Iwel Sastra. (Rmol)Aziz BloggerAugust 01, 2020AdminBandung Indonesia
[PORTAL-ISLAM] Program Organiasai Penggerak (POP) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan seolah menjadi polemik yang tak berkesudahan, setelah ditemukan...