MIAMI, Aug. 20, 2020 /PRNewswire/ -- Santa Margherita USA is proud to announce that Wine Enthusiast magazine has honored Marzotto's Fourth Generation Family Member and Senior Director of Fine Wines and Business Development at Santa Margherita USA, Vittorio Marzotto, as one of 2020's "Top 40 Under 40 Tastemakers." Wine Enthusiast will be profiling Marzotto in its October 2020 print issue.
The "40 Under 40 Tastemakers" list takes a look at the next generation of innovators leading the world of wine, spirits, cider and beer forward. The list represents some of the best talent in the United States working to push the boundaries of what's possible in drinks culture.
"I am beyond honored to be included on this esteemed list, especially during a time where we have seen so many challenges impacting this industry," said Vittorio Marzotto. "Santa Margherita USA and my family remain as committed as ever to our business partners and the industry we love."
When Santa Margherita USA saw the global impact of COVID-19, the company reacted quickly to address the current climate and uphold its family values by taking care of the people affected and encouraging a sense of community during a difficult time. The company pivoted its digital campaign to highlight the extraordinary acts of kindness and human connections that were being demonstrated around the globe during the crisis in its "Uncork your Extraordinary" campaign. As part of the campaign, Santa Margherita donated $250K to those in need, including to organizations such as Meals on Wheels, the National Restaurant Association, and Direct Relief.
Since his childhood, Marzotto has been fascinated by the wine culture thanks to the passion and talent of his great-grandfather, Count Gaetano Marzotto, who in 1935 established the first Italian agribusiness group that included crop and animal production, glass container production and wine-making in the Eastern countryside of Venice, Italy.
Marzotto moved to the United States nine years ago to take on the role as National Brand Ambassador for Ca' del Bosco and carry on the family tradition. He played an essential role in opening the company's United States' import division, Santa Margherita USA, which represents over ten world-renowned wineries throughout the United States, which he now oversees as Senior Director of Fine Wines and Business Development.
This year's "40 Under 40 Tastemakers" list marks the seventh year of the franchise with the full list being announced in the October print issue and online at WineEnthusiast.com.
To learn more about Santa Margherita, visit santamargherita.com
About Santa Margherita
Founded in 1935, Santa Margherita is a world-renowned Italian winery. Headquartered in Veneto for the past 80 years, Santa Margherita has grown into one of the most sought-after wine brands in the world. Santa Margherita represents some of the most prestigious, family-owned properties within three established growing regions of Italy: The Adige Valley, The Hills of Conegliano-Valdobbiadene and the Chianti Classico Zone. With a focus on taste and versatility, each property features winemakers dedicated to producing the highest quality wines that stay true to classic Italian traditions. The full portfolio is available in 85 countries and is comprised of Pinot Grigio Alto Adige and Valdadige, Chianti Classico Riserva, Sparkling Rosé, and Prosecco Superiore, with its Pinot Grigio being one of the most requested imported wines in U.S.
SOURCE Santa Margherita

"wine" - Google News
August 20, 2020 at 08:00PM
https://ift.tt/3iWdDNA
Wine Enthusiast Names Vittorio Marzotto One Of America's "Top 40 Under 40 Tastemakers" - PRNewswire
"wine" - Google News
https://ift.tt/3d98ONZ
https://ift.tt/2KTSYuD
Wine Aziz Blogger August 20, 2020 Admin Bandung Indonesia
Oleh: Balyanur
Kali ini saya setuju dengan Koh Ernest. Film pendek Tilik memang benar bagus, kok. Jarang saya nonton film pendek sebagus ini. Sayangnya tweet Koh Ernest malah dibanjiri komentar youtuber yang juga bikin film pendek ngasih link minta diapresiasi. Gimana mau karyanya diapresiasi kalau karya sebagus ini malah dinol apresiasikan.
Banyak para calon sineas memamerkan karyanya di youtube. Sayangnya, mereka keberatan gagasan hingga kedodoran dalam eksekusinya. Tilik yang viewernya sudah satu juta tigaratus ribuan ini karya sineas muda anak-anak Yogya yang bekerjasama dengan Dinas Kebudayaan Yogyakarta adalah karya yang jujur. Tidak terbebani gagasan besar, tidak terkontaminasi oleh sponsor dalam hal ini Dinas Kebudayaan Yogyakarta.
Kalau saja sutradaranya “diracuni” oleh gagasan latar belakang sosial politiknya, maupun gagasan pesan usil pihak sponsor, maka film Tilik (Link : https://www.youtube.com/watch?v=GAyvgz8_zV8) tidak akan sebagus ini. Padahal kita tahu, Yogyakarta sering muncul letupan yang oleh orang luar disebut sebagai letupan intoleransi. Dalam berpakaian, ada seruan Kembali pada kebudayaan lokal. Kebudayaan konde. Hebatnya, film yang disponsori oleh Dinas Kebudayaan ini sama sekali tidak terpengaruh. Mereka dengan jujur memotret realita kehidupan masyarakat.
Tilik atau menjenguk orang sakit adalah budaya gotong-royong, budaya guyub masyarakat yang sudah mengakar tanpa pidato panjang lebar ala politisi. Dalam film ini digambarkan, sekelompok ibu-ibu ingin menjenguk Bu Lurah yang sedang dirawat di rumah sakit. Mereka patungan menyewa truk pasir. Sepanjang perjalanan ke rumah sakit itulah cerita film ini mengalir mulus.
Ini bukan film Speed yang selama dalam perjalanan penuh adegan ketegangan. Plot cerita film ini lurus saja. Belokan-belokan kecil plot yang menarik justru dari dialog para pemerannya. Film ini berbahasa jawa, itu salah satu kekuatan film ini. Kalau saja berbahasa Indonesia pasti akan bikin film ini jadi tidak menarik. Dialog dalam film ini yang membawa cerita kesana kemari. Disamping tentu saja dengan bahasa jawa, bahasa sehari-hari mereka akting para pemeran bisa nyambung.
Para pemeran dalam film ini bukan aktris yang kerap muncul di televisi. Tapi jujur saja, akting mereka jauh lebih bagus daripada akting aktris sinetron yang berbanderol mahal itu. Para aktor dan aktris sinetron, disamping memang modal aktingnya paspasan, diperparah dengan script yang buruk. Dialog menggunakan bahasa Indonesia yang baku, tapi kepalang tanggung hingga dialog para aktor sinetron itu kedengaran aneh. Terutama saat adegan marah. Marahnya sinetron banget, nggak ada dalam kehidupan nyata.
Kekuatan lain film ini adalah busana. Tentu saja berkat kejujuran sutradaranya memotret kihidupan desa. Ibu-ibu kalau mau kondangan atau pergi ke kota, sebagian besar memakai hijab. Dinas kebudayaan Yogya sebagai sponsor film ini tidak memaksakan agar ibu-ibu Kembali berkebaya dan berkonde. Hingga semua pemeran dalam film ini berhijab. Kecuali sopir truk tentu saja. Celana panjang yang dikenakan sopir truk digulung sampai mata kaki hingga menimbulkan kesan memang sopir truk betulan.
Kembali ke soal hijab. Sejak lautan hijab tahun 80-an, hijab sudah bukan lagi budaya luar, sudah jadi budaya Indonesia. Hijab Arab yang nyaris seragam tentu beda dengan hijab Indonesia. Pemakai hijab di Indonesia terdari dari berbagai macam niat. Ada yang karena syar’i , ada juga karena kepantasan. Banyak emak-emak yang sehari-harinya tidak berhijab, tapi kalau mau pergi jauh berhijab. Hanya sebatas pakaian yang lumrah saja. Kelumrahan itulah yang namanya budaya. Budaya kan mengikuti gerak masyarakat. Memaksa masyarakat Kembali pada budaya masa lalu kan sama saja dengan pengekangan budaya.
Budaya masyarakat di negara yang mayoritas muslim ini menjadikan hijab menjadi budaya baru, itu juga kebudayaan nasional namanya. Dan film ini memotret budaya ibu-ibu di salah satu desa di Yogyakarta dengan semuanya berhijab, menunjukan kejujuran kreatornya dalam memahami kebudayaan masyarakat setempat.
Gagasan cerita yang sederhana juga salah satu kekuatan film ini. Sembilan puluh persen adegan dalam film ini adalah perjalananan ibu-ibu di atas truk dari Desa hingga kota. Dalam pembicaraan antar ibu-ibu di atas truk itulah pesan yang ingin disampaikan film ini mengalir. Fokus rumpian tokoh ibu-ibu itu adalah seorang wanita nakal bernama Dian. Ibu-ibu tahu soal kenakalan Dian dari medos yang belum diuji kebenarannya. Ibu-ibu lugu ini rupanya sudah terkontaminasi oleh medsos masuk desa.
Karena tokoh yang digosipkan sepanjang perjalanan bernama Dian, maka tentu penonton penasaran seperti apa Dian itu. Bagi sutradara mainstream ala sinetron pasti awal pemunculan tokoh Dian akan dikasih penekanan khusus. Entah dengan slowmotion, entah dengan zoom in zooim inan ala jeng jeng jeng. Tapi hebatnya, sutradara film ini menampilkan Dian begitu saja. Di rumah sakit, ibu-ibu turun dari truk , Dian menghampiri memberi kabar kalau Bu Lurah ada di ICU, tidak boleh diganggu. Putra Bu Lurah yang digosipkan ada main dengan Dian juga muncul begitu saja membenarkan ucapan Dian. Dan Ibu-ibu kembali naik truk begitu saja.
Walaupun gossip tentang tokoh Dian menyebabkan sedikit keributan di atas truk, tapi sutradaranya tidak menjadikan Dian tokoh penting, karena pesan yang ingin disampaikan film ini adalah budaya medsos sudah merasuki ibu-ibu desa. Ibu-ibu Desa yang pergi ke rumah sakit ke kota naik truk pasir, budaya yang tidak tergilas oleh waktu.
Justru yang bikin heran adalah keheranan Ernest pada kualitas suara dalam film ini. Memang kualitas suara film ini tidak kalah, malah dalam poin tertentu lebih bagus dari sinetron dengan peralatan yang relatif lebih mahal.
Ernest barangkali sudah berada di lingkungan produski berbiaya mahal. Padahal anak-anak muda yang gemar bikin film, menghasilkan suara seperti itu bukan perkara sulit-sulit amat. Sekarang banyak peralatan yang relatif murah tapi di tangan orang yang paham bisa bersaing dengan peralatan mahal.
Tapi sayangnya, kemudahan itulah yang bikin calon sineas keberatan gagasan hingga kedodoran. Karena terlalu sibuk masalah teknis. Dengan DSLR menengah saja sudah bisa bikin film untuk Youtube dengan kualiatas gambar yang bagus, didukung oleh software editing sederhana semisal Adobe Premire yang kelas pemula, bahkan lebih sederhana lagi menggunakan Filmora.
Film ini mengajarkan kepada para calon sineas muda bagaimana cara membuat film yang baik. Kejujuran dalam berkarya. Itulah kuncinya. Ide sederhana karena ketertarikan sutradaranya melihat ibu-ibu di desa berangkat ke kota menggunakan truk pasir menghasilkan film pendek yang bagus. Itu!
-Balyanur
from PORTAL ISLAM https://ift.tt/3iZq0bS
via IFTTT Aziz Blogger August 20, 2020 Admin Bandung Indonesia
Film 'TILIK' Dipuji Ernest, Memang Film Bagus, KEKUATAN KEJUJURAN DALAM BERKARYA
Salah satu pendiri KAMI, Gatot Nurmantyo tidak secara tegas menampik isu tersebut. Namun dia memastikan dirinya tak mau terlibat jika KAMI menjadi partai politik.
"Saya tidak. Jadi ingat, kalau kita berubah jadi parpol, pasti saya tidak ada di situ," kata Gatot usai menghadiri deklarasi KAMI Jateng-DIY di Serengan, Solo, Kamis (20/8/2020).
Menurutnya, KAMI adalah sebuah gerakan moral. Gerakan tersebut, kata Gatot, bertujuan meluruskan arah bangsa Indonesia.
"Makanya kami Kesatuan Aksi Menyelamatkan Indonesia poros intinya gerakan moral. Karena politik kalau tidak bermoral akan sangat berbahaya, terjadi politik transaksi. Kemudian ada politik yang meluruskan bangsa Indonesia," kata dia.
Ditanya isu dirinya bakal maju menjadi calon Presiden pada Pilpres 2024, Gatot Nurmantyo tidak merespons. Dia terus berjalan menuju mobil sambil menyapa masyarakat yang hadir dalam acara tersebut.
Gatot sebelumnya juga berorasi dalam acara deklarasi KAMI Jateng-DIY di Solo. Mantan Panglima TNI itu menegaskan dirinya menginisiasi pendeklarasian KAMI bersama sejumlah tokoh, seperti Bachtiar Chamsyah, MS Kaban, Rochmat Wahab dan Din Syamsudin.
"Saya bukan ikut-ikutan. Saya yang mendirikan, bersama para tokoh lainnya," kata Gatot dalam orasinya di Solo siang tadi.
Dia mengaku tergerak untuk mendirikan KAMI setelah muncul pembahasan RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP). Dia pun kembali teringat janjinya saat menjadi tentara, yakni untuk setia terhadap NKRI.
"Ternyata sumpah itu belum saya tunaikan sekarang ini. Seandainya aman, biasa-biasa saja, Pancasila tidak diubah-ubah, saya akan diam. Tetapi kalau ada yang mau mengubah Pancasila menjadi Trisila dan Ekasila, maka saya harus kembali berjuang," ujarnya.
"Umur saya 60 tahun sehingga itu sudah mendekati magrib, dosanya banyak. Kalau saya tidak melaksanakan janji sumpah, saya yakin saya pasti di neraka. Maka saya harus bangkit agar kelak di kemudian hari di padang mahsyar, saya sudah berjuang," kata dia.
Sumber : Detik
from PORTAL ISLAM https://ift.tt/3l1ApFF
via IFTTT Aziz Blogger August 20, 2020 Admin Bandung Indonesia
Jika KAMI Jadi Parpol, Gatot Nurmantyo: Pasti Saya Tak Ada di Situ
California seems to be experiencing the end of the world, or maybe it just feels that way.
After a freak weekend lightning storm – 10,849 lightning strikes were recorded – the state is dealing with 367 ongoing fires, according to Gov. Gavin Newsom. Some of the worst blazes are in Wine Country, with more than 10,000 people in Sonoma County ordered to evacuate their homes. Korbel, Gary Farrell and Fort Ross Vineyard are among the wineries in the Sonoma evacuation zone. Korbel was in the middle of harvest, but the winery closed and sent the crews home.
Napa County has three enormous wildfires that have merged into a wall of flames that is fortunately, for now, still east of most of the county's famous vineyards, though the top of Atlas Peak was evacuated Tuesday night. The fires in Napa and Sonoma Counties have so far covered more than 45,000 acres, a larger area than the city of Washington DC, with no containment at all by Wednesday afternoon. CalFire said Wednesday morning that 8 percent of Napa County had burned, and 24,000 people lost power because of the fire.
Monterey County is also dealing with a massive fire, and fire in the Santa Cruz Mountains was intense enough to cover cars with ash many miles away.
Fighting each individual fire is complicated because there are so many, so neighboring counties don't have firefighters and equipment to lend. The last time Sonoma County faced significant wildfires, fire crews poured in from all over the state to help out. This time, the CalFire incident commander for Sonoma County said during a Wednesday morning press conference that the same firefighters have been out working on the front lines for 72 hours, with no relief from other crews.
Drought, fire and plague
Not only is this happening during a pandemic; there's also a heat wave over most of the western US. Death Valley set a world record high temperature Sunday of 130 degrees Farenheit (54.4 Celsius). Temperatures near the fire zone in Napa Valley were approaching 100F. The heat complicates firefighting and encourages evacuees to congregate in air-conditioned evacuation centers, where they might contract Covid-19.
The heat is also rushing wine grapes to ripeness at an inopportune time. Some wineries and growers were trying to line up crews to pick grapes later this week, hoping to avoid both overripeness and potential smoke taint. In San Francisco, the air quality by Wednesday afternoon was listed as "unhealthy" because of the smoke, with residents advised to limit outdoor activities. (We left our windows open in San Francisco Tuesday night and woke up Wednesday morning with ash on our sofa.)

As if that's not enough, the heatwave has become a crisis for the state's utility companies, which imposed rolling blackouts on some residents over the weekend to save energy.
And just for good measure, California announced a case of bubonic plague over the weekend at Lake Tahoe.
"This is biblical," Jill Klein Matthiasson, co-owner of Matthiasson Wines in Napa, told Wine-Searcher. "One thing I can’t stop thinking about is earthquakes….ugh! It's horrible for the people who have been evacuated and have to go to a shelter during COVID. Luckily, we don’t have to evacuate." But she did lose power at the winery.
Matthiasson said that despite the proximity to the fire, the sky is clear over her winery.
"The heat has really advanced ripening, and we're worried about smoke damage, so we are harvesting our Phoenix Vineyard Cab tomorrow," Matthiasson said. "Coombsville has some haze so we are going to harvest there on Saturday or sooner, depending on the weather. We are plugging away on the Chardonnay and should have all of that picked by Friday. Then we'll move on to the rest of the reds, and hope that the winds stay in our favor. I wanted harvest to be done quickly because of Covid, and at this rate, we’ll have everything in by mid-September and all of our ferments finished by October 1. This is hands-down the most stressful year ever, even more than the 2014 earthquake harvest."
Watching the wind
In Sonoma County's Alexander Valley, Jordan Vineyard & Winery is also so far under blue skies, said Lisa Mattson, Jordan's director of marketing and communications.
"The smoke was drifting toward Healdsburg around 5 pm [Tuesday], but then it shifted due south," Mattson said. "The skies have stayed blue in Alexander Valley since the start of both fires, so we currently have no concerns about smoke for Jordan Cabernet Sauvignon. KSRO radio reported this morning that the wind may shift this afternoon, so we are watching the situation carefully. Because the fire has had no impact on air quality or travel in the Alexander Valley area, we are still planning to host guests with reservations."
Mattson said Jordan winemaker Maggie Kruse is planning to harvest Russian River Chardonnay next week, with Cabernet still some weeks behind.
Kashy Khaledi, proprietor of Ashes & Diamonds in Napa, said he hopes to pick estate Merlot on Friday.
"Napa Valley is holding steady for now, thankfully, though I have real concerns for our neighbors to the east in Vacaville as the wind is blowing in that direction," Khaledi told Wine-Searcher. "One thing I’ll say about Napa Valley as a whole is the county, Napa Valley Vintners and Visit Napa Valley have been proactive about the current situation. Behind the scenes, there has been a fluidity of information, vigilance and plans being developed."
Khaledi said that, in 2017, the winery rushed to harvest some vineyards as the brix (sugar level) went up during the heat wave, but then the brix dropped when the grapes arrived to the winery.
Khaledi took photos of the lightning storm from his vineyard, and one photo reminds him of his favorite Metallica album, "Ride the Lightning".
"This photo from our vineyard a couple days ago made me blast the album pretty loud," Khaledi said. "After three years of weather events, it's hard not to cherish the hashtag #napastrong as I listen to this classic. I guess all we can do is ride the lightning."
"wine" - Google News
August 20, 2020 at 06:02AM
https://ift.tt/2Ek1aEm
Firestorm Danger for California Grape Harvest - Wine-Searcher
"wine" - Google News
https://ift.tt/3d98ONZ
https://ift.tt/2KTSYuD
Wine Aziz Blogger August 20, 2020 Admin Bandung Indonesia
Firestorm Danger for California Grape Harvest - Wine-Searcher
[PORTAL-ISLAM] Film 'Jejak Khilafah di Nusantara' diputar secara LIVE di Youtube hari ini bertepatan dengan awal Tahun Baru Islam 1 Muharram 1442 H, Kamis (23/8/2020).
Film ini sempat jadi trending topic di Twitter. Namun saat film itu masih disiarkan secara LIVE tiba-tiba diblokir secara mendadak oleh Pemerintah Indonesia.
Khilafah Channel yang merupakan offical film yang menyiarkan film di Youtube tidak bisa diakses dengan tulisan 'Konten ini tidak tersedia di domain negara ini karena ada keluhan hukum dari pemerintah'.
Link: https://www.youtube.com/watch?v=Vx_OMZofXqE&feature=youtu.be
Sebelum diblokir, pantauan jumlah penonton film 'Jejak Khilafah di Nusantara' mencapai ratusan ribu, tepatnya 276.194 views.
Film 'Jejak Khilafah di Nusantara' diinisiasi Sejarawan Nicko Pandawa bersama Komunitas Literasi Islam JKDN.
Jejak Khilafah di Nusantara dikemas secara dokumenter, secara garis besar menceritakan hubungan Indonesia yang dulu disebut nusantara ternyata memiliki kaitan erat dengan khilafah Islamiyah, utamanya pada masa Khilafah Utsmaniyah Turki.
Pemblokiran film 'Jejak Khilafah di Nusantara' ini mendapat protes dari Wasekjen MUI KH Tengku Zulkarnaian.
"Dengan ini saya meminta jawaban resmi dari pak @jokowi sebagai Presiden RI, Yai Ma'ruf Amin dan pak @mohmahfudmd: "Apa alasan Keluhan Pemerintah atas Video Jejak Khilafah sebagai Sejarah?" Apakah ada hukum negara yg dilanggar? NKRI negara hukum, tidak boleh sewenang wenang...!" ujar Ustadz Tengku Zulkarnain di akun twitternya.
[Thriller]
Dengan ini saya meminta jawaban resmi dari pak @jokowi sebagai Presiden RI, Yai Ma'ruf Amin dan pak @mohmahfudmd :"Apa alasan Keluhan Pemerintah atas Video Jejak Khilafah sebagai Sejarah?"— tengkuzulkarnain (@ustadtengkuzul) August 20, 2020
Apakah ada hukum negara yg dilanggar?
NKRI negara hukum, tidak boleh sewenang wenang...! pic.twitter.com/arYdImh3M7
from PORTAL ISLAM https://ift.tt/2QbQVVe
via IFTTT Aziz Blogger August 20, 2020 Admin Bandung Indonesia