Berita Anda, Halo Pengunjung blog dimanapun anda berada semoga kalian tetap dalam keadaan sehat, saat ini anda sedang membaca Artikel dengan judul Jejak Licinnya Buron Djoko Tjandra hingga Akhirnya Ditangkap, semoga bermanfaat dan selamat membaca
[PORTAL-ISLAM] Buron terpidana kasus hak tagih (cessie) Bank Bali pada 1999, Djoko Tjandra, ditangkap. Heboh perkara korupsi yang melibatkan Djoko Tjandra dimulai saat diusut oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).
Djoko Tjandra kemudian kabur ke luar negeri pada 2009. Sebelas tahun tak terdengar, pada 2020 ini tiba-tiba nama Djoko Tjandra kembali menjadi sorotan.
Dia diketahui pernah menginjakkan kakinya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) pada awal Juni 2020. Jejak Djoko Tjandra kemudian ditelusuri.
Fakta-fakta lain kemudian terungkap. Djoko Tjandra diketahui sempat membuat KTP elektronik atau e-KTP tanpa dicurigai sebagai buron. Dia pun bisa leluasa mendapatkan paspor hingga 'surat jalan'.
Gerak bebas Djoko Tjandra ini benar-benar membuat kepala bergeleng-geleng. Berikut kehebohan yang dibikin Djoko Tjandra:
1999
Perkara korupsi cessie Bank Bali yang melibatkan Djoko Tjandra mulai diusut oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).
2000
Majelis hakim memutuskan Djoko S Tjandra lepas dari segala tuntutan (onslag). Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan sebenarnya dakwaan JPU terhadap perbuatan Djoko Tjandra terbukti secara hukum. Namun perbuatan tersebut bukanlah merupakan suatu perbuatan pidana melainkan perbuatan perdata. Akibatnya, Djoko Tjandra pun lepas dari segala tuntutan hukum.
Oktober 2008
Kejaksaan Agung mengajukan Peninjauan Kembali (PK) kasus korupsi cessie Bank Bali dengan terdakwa Djoko Tjandra ke Mahkamah Agung.
11 Juni 2009
Majelis Peninjauan Kembali MA yang diketuai Djoko Sarwoko dengan anggota I Made Tara, Komariah E Sapardjaja, Mansyur Kertayasa, dan Artidjo Alkostar memutuskan menerima Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Jaksa. Selain hukuman penjara dua tahun, Djoko Tjandra juga harus membayar denda Rp 15 juta. Uang milik Djoko Tjandra di Bank Bali sejumlah Rp 546.166.116.369 dirampas untuk negara.
Imigrasi juga mencekal Djoko Tjandra. Pencekalan ini juga berlaku bagi terpidana kasus cessie Bank Bali lainnya, Syahril Sabirin. Mantan Gubernur BI ini divonis 2 tahun penjara.
Djoko Tjandra mangkir dari panggilan Kejaksaan untuk dieksekusi. Djoko diberikan kesempatan 1 kali panggilan ulang, namun kembali tidak menghadiri panggilan Kejaksaan, sehingga Djoko Tjandra dinyatakan sebagai buron.
Djoko Tjandra diduga telah melarikan diri ke Port Moresby, Papua Nugini, menggunakan pesawat carteran sejak 10 Juni 2009 atau sehari sebelum vonis dibacakan oleh MA.
10 Juli 2009
Red notice dari Interpol terbit atas nama Joko Soegiarto Tjandra pada 10 Juli 2009.
29 Maret 2012
Terdapat permintaan pencegahan ke luar negeri dari Kejaksaan Agung RI berlaku selama 6 bulan.
12 Februari 2015
Permintaan DPO dari Sekretaris NCB Interpol Indonesia terhadap Joko Soegiarto Tjandra pada 12 Februari 2015. Ditjen Imigrasi menerbitkan surat perihal DPO kepada seluruh kantor Imigrasi ditembuskan kepada Sekretaris NCB Interpol dan Kementerian Luar Negeri.
Ada pemberitahuan dari Sekretaris NCB Interpol bahwa dari red notice atas nama Joko Soegiarto Tjandra telah terhapus dari sistem basis data terhitung sejak tahun 2014 karena tidak ada permintaan lagi dari Kejaksaan Agung RI.
13 Mei 2020
Berdasar dari pemberitahuan Sekretaris NCB Interpol, Ditjen Imigrasi menindaklanjuti dengan menghapus nama Joko Soegiarto Tjandra dari Sistem Perlintasan.
8 Juni 2020
Djoko Tjandra diketahui berada di Indonesia. Dia ditemani kuasa hukum lainnya, Anita Kolopaking, membuat e-KTP dengan nama Joko Soegiarto Tjandra.
Setelahnya, Djoko Tjandra menuju PN Jaksel untuk mengurus pengajuan PK.
19-22 Juni 2020
Djoko Tjandra diketahui mengantongi 'surat jalan' untuk pergi dari Jakarta ke Pontianak. Surat jalan itu didapat Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) tanpa menyebut oknum mana yang memberikan surat jalan itu.
Belakangan surat jalan itu disampaikan MAKI ke Ombudsman dan DPR RI.
23 Juni 2020
Djoko Tjandra diketahui membuat paspor di Kantor Imigrasi Jakarta Utara. Pembuatan paspor dilakukan pada 23 Juni 2020.
Data itu disampaikan dalam rapat dengar pendapat (RDP) antara Komisi III DPR dengan Ditjen Imigrasi pada 13 Juli 2020. Dalam RDP itu, Dirjen Imigrasi Jhoni Ginting mengaku sedang melakukan penyelidikan.
"(Pihak Kanim Jakut) sudah (dimintai keterangan), Inspektorat juga sudah turun. Ini lagi on going," sebut Jhoni saat RDP itu.
27 Juni 2020
Terdapat permintaan DPO dari Kejaksaan Agung RI sehingga nama Djoko Tjandra dimasukkan dalam sistem perlintasan dengan status DPO.
29 Juni 2020
Sidang PK yang diajukan Djoko Tjandra digelar di PN Jaksel. Namun sidang pada hari itu ditunda lantaran Djoko Tjandra tidak hadir di pengadilan. Andi Putra Kusuma selaku kuasa hukum Djoko Tjandra menyebut kliennya sakit.
"Djoko tidak bisa hadir karena beliau tidak enak badan. Kita ada suratnya keterangannya, kita serahkan ke majelis. Mudah-mudahan kesempatan berikutnya bisa hadir," kata Andi saat itu.
Di hari yang sama Jaksa Agung ST Burhanuddin mengaku mendapatkan informasi bila Djoko Tjandra sudah berada di Indonesia, bahkan sudah 3 bulan lamanya. Burhanuddin mengaku sakit hati mengetahui informasi itu.
"Informasinya lagi menyakitkan hati saya adalah aktanya 3 bulanan dia ada di sini," kata Jaksa Agung ST Burhanuddin dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR.
3 Juli 2020
Anggota Komisi III DPR Sarifuddin Sudding menyampaikan data perihal surat permintaan pencegahan untuk Djoko Tjandra dari Kejagung ke Ditjen Imigrasi. Permintaan itu disebut Sudding terjadi pada awal Juli 2020.
"Kemudian, 3 Juli Kejagung mengirimkan lagi surat untuk pencegahan (Djoko Tjandra) ke luar negeri," ujar Sudding.
Hal itu disampaikan Sudding dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Ditjen Imigrasi pada Senin, 13 Juli 2020.
6 Juli 2020
Persidangan permohonan PK yang diajukan Djoko Tjandra kembali ditunda. Majelis hakim meminta Djoko Tjandra harus datang dalam persidangan selanjutnya.
"Jadi pemohon tidak hadir. Ada surat dokter Steven, klinik Kuala Lumpur, dalam surat ini diterangkan bahwa Djoko Tjandra ini dalam masa perawatan selama 8 hari terhitung tanggal 1 bulan 7 sampai tanggal 8 bulan 7. Surat dikeluarkan tanggal 30 (Juni 2020)," kata ketua majelis hakim Nazar Effriandi saat itu.
Hakim menekankan agar Djoko Tjandra datang dalam persidangan sebelumnya. Sidang ditunda 2 pekan ke depan.
"Perlu dicatat ini kesempatan terakhir ya, kita tidak lagi menunggu-nunggu, dua minggu yang tidak hadir, mohon lagi, kapan selesainya. Sudah tiga kali diberikan kesempatan agar pemohon hadir ya. Kalau tidak hadir lagi kita lihat," kata Nazar.
'Majelis sudah mengingatkan agar pemohon supaya hadir pada dua minggu yang akan datang, kalau tidak hadir kita lihat persidangan mendatang," imbuh Nazar.
Hakim memutuskan sidang ditunda dan digelar kembali pada 20 Juli 2020. Sidang pun ditutup.
Berdasarkan informasi itu, jaksa langsung melakukan penelusuran. Ridwan Ismawanta selaku Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kasipidsus Kejari Jaksel) mengatakan informasi ini bisa menjadi titik pencarian awal Djoko Tjandra.
"Kita perlu mengecek mungkin kebenarannya, karena hari ini kita baru terima surat itu," ujar Ridwan di tempat yang sama.
"Mungkin jadi titik awal pencarian DPO ini. Baru hari ini (alamat rumah sakit di Kuala Lumpur diketahui)," imbuh Ridwan.
14 Juli 2020
Komisi III DPR menerima 'surat jalan' Djoko Tjandra dari MAKI. Ketua Komisi III DPR Herman Herry menganggap kasus ini super-urgen atau penting untuk dituntaskan. Komisi III pun akan menggelar rapat gabungan meski di tengah masa reses DPR.
"Sesuai aturan kami harus bersurat 5 hari sebelum jadwal pemanggilan, kalau mengikuti aturan 5 hari, berarti ini sudah melewati masa reses, kenapa? Karena 2 hari lagi, kami akan reses," kata Herman.
"Oleh sebab, itu hari ini juga, atau besok pagi paling lambat, kami sudah berkirim surat kepada pimpinan DPR untuk meminta izin memanggil pihak kepolisian, kejaksaan, dan imigrasi Kemenkum HAM. Soal siapa-siapa yang akan dipanggil, kami akan bicarakan, tetapi ketiga institusi ini harus duduk bersama-sama dengan Komisi III agar semuanya terang benderang," imbuh Herman.
29 Juli 2020
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) memutuskan tidak meneruskan peninjauan kembali (PK) Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra ke Mahkamah Agung. Sebab, Djoko Tjandra sebagai pemohon tidak pernah datang ke persidangan.
"Menyatakan permohonan peninjauan kembali dari pemohon atau terpidana Djoko Soegiarto Tjandra tidak dapat diterima, dan berkas perkaranya tidak dapat dilanjutkan ke Mahkamah Agung," ujar pejabat Humas PN Jaksel, Suharno, saat konferensi pers di PN Jaksel, Jalan Ampera Raya, Jaksel, Rabu (29/7/2020).
Suharno mengatakan putusan tersebut diputuskan oleh Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan setelah memeriksa berkas PK ini. Ketua PN Jaksel menilai PK tidak bisa dilanjutkan karena Djoko Tjandra sebagai pemohon tidak pernah menghadiri persidangan. Hal ini sesuai dengan aturan di Surat Edaran MA (SEMA) Nomor 1 Tahun 2012.
30 Juli 2020
Bareskrim Polri menetapkan pengacara buron Djoko Tjandra, Anita Kolopaking, sebagai tersangka. Penetapan tersangka ini berdasarkan barang bukti dan pemeriksaan 23 saksi.
Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono mengatakan 23 saksi yang diperiksa penyidik dalam kasus ini adalah 20 saksi di Jakarta dan 3 saksi di Pontianak, Kalimantan Barat. Penyidik juga telah menyita barang bukti, antara lain surat jalan serta surat keterangan pemeriksaan COVID-19 dan kesehatan atas nama Djoko Tjandra.
Bersamaan dengan itu, Djoko Tjandra ditangkap. Buron kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali itu diterbangkan dari Malaysia.
"Mengarah ke Indonesia. Sudah mau take off dari Malaysia," ujar Kabareskrim Komjen Listyo Sigit Prabowo(dtk)
Labels:
HUKUM
Thanks for reading Jejak Licinnya Buron Djoko Tjandra hingga Akhirnya Ditangkap. Please share...!
0 Komentar untuk "Jejak Licinnya Buron Djoko Tjandra hingga Akhirnya Ditangkap"